WARTABUMIGORA. Sumbawa - Solidaritas Perempuan (SP),Sumbawa melakukan mediasi dengan Disnakertrans Kabupaten Sumbawa dan LTSP yakni terkait kasus JT perempuan buruh migran asal desa Utan kecamatan Sumbawa, NTB.
Melalui rilis yang disampaikan kepada media belum lama ini mengatakan bahwa JT Di berangkatkan oleh calo pada Juni 2019 pasca kepmenaker nomor 260 tahun 2015, artinya keberangkatan JT, secara unprosedural / illegal dan masuk katagori trafficking (perdagangan manusia).
"Saat awal di rekrut oleh calo yang bernama Najib datang bersama istri Sumiati, dengan bujuk rayu serta penjeratan hutang dalam bentuk uang fee sebesar Rp. 4 juta . Kemudian JT menandatangani surat ijin dari suami, mengurus pasport dan melakukan medikal chekup di Sumbawa bersama sponsor,"ungkap Diana Ketua SP Sumbawa. Jumat (18/12/2020).
Menurutnya, Beberapa minggu kemudian JT, bersama calo menuju Sumbawa,langsung ke bandara Sultan kaharudin Sumbawa, di antar oleh calo lapangan Najib bersama istrinya dan Arahman Rifandi sebagai sponsor di bagian kantor PT. Hosana. JT di terbangkan ke Mataram pada tanggal 17 Juli 2019. Menurut penuturan JT dan pihak keluarga dalam hal ini pihak suami atas nama HP, berada di mataram dalam hitungan jam saja, Malamnya JT di terbangkan ke Jakarta menuju penampungan sementara sebelum di berangkatkan ke Arab Saudi (Riyadh).
"Selama berada di penampungan selama 10 hari tanpa ada pelatihan kerja dan penampungan tersebut seperti rumah kontrakkan. Di mana mereka di tampung satu kamar ada 30 orang.
Pada tanggal 29 juli 2019 JT tiba di kota Riyadh ( Arab Saudi ), di bawa ke agency, melakukan medikal chekup dan langsung di perintahkan bekerja pada majikan pertama dengan tugas menjaga orang tua yang sakit. Dengan gaji yang di janjikan 1000 real, namun yang di terima 100 real di potong agency, gaji di kirim agency via ATM, setelah bekerja selama sebulan di majikan pertama , JT di pindahkan bekerja di majikan kedua bekerja menjaga anak yang sakit perjanjian kerja selama 6 bulan dengan gaji yang di janjikan 1200 real, namun gaji selalu di potong oleh agency. Pada bulan ke 5 setelah bekerja di majikan kedua ini JT mengalami sakit di bagian kaki yang bengkak.
Lanjut Diana, saat itu JT mencoba mengadu kepada agency namun pihak agency memarahinya, dan tetap di perintahkan untuk bekerja sampai kontrak selesai salama 6 bulan. Agency mengatakan jika ingin berobat JT harus membiyai sendiri pengobatannya. JT pun tetap bekerja sampai bulan ke 6 meski dalam kondisi sakit.
Diana juga menjelaskan, setelah kontrak kerja berakhir JT kembali ke agency dan sampai saat ini masih dalam kondisi sakit.
" Sebelumnya pada bulan maret JT menginformasikan ke pihak suami yang berada di desa Utan Sumbawa NTB, tentang kedaannya yang sakit, dan arahan suami untuk berdiskusi ke pihak agency, agar menanyakan bagaimana sikap mereka untuk masalah yang di hadapi JT, namun tidak ada respon ataupun itikad baik dari agency." Katanya.
Ia juga menjelaskan, suami JT melaporkan kasus yang dialami istrinya ke pihak Polres Sumbawa, pengaduan masuk pada bulan Agustus 2020, namun tidak ada pemanggilan untuk tindak lanjut kasus JT.
Sementara itu tanggal 3 Desember 2020, Hendra Pramudya (suami JT) meminta bantuan Solidaritas Perempuan Sumbawa, untuk mendampingi kasus istrinya, setelah melakukan interview dan diminta keterangan oleh pihak SP Sumbawa, menandatangani surat kuasa dan formulir pengaduan kasus, Suami JT dan SP Sumbawa melakukan pengaduan ke LTSP Sumbawa. Pada malam harinya staf migrasi SP Sumbawa ( Yeni Hikmawati ) berkomunikasi dengan Polres Sumbawa atau ke Kanit PPA menanyakan konfirmasi pengaduan kasus buruh migran perempuan atas nama JT, yang di masukkan pada bulan Agustus 2020.
" Pihak Polres menginformasikan bahwa memang benar ada pengaduan atas nama JT dan belum di minta untuk keterangan, Kanit PPA polres Sumbawa atas nama Arifin setioko meminta SP Sumbawa dan keluarga buruh migran datang ke Polres pada tanggal 7 Desember 2020 jam 9 pagi untuk di minta keterangan terkait kasus JT ini." Bebernya.
Pada tanggal 7 Desember 2020 jam 9 pagi SP Sumbawa yang di wakili Yeni Hikmawati beserta keluarga PBM menuju unit PPA Polres Sumbawa untuk agenda berita acara interview keluarga PBM dalam hal ini Hendra Pramudya selaku suami dari JT. 7 jam di interview oleh kanit PPA dan menandatangani hasil interview akhirnya SP Sumbawa dan suami JT di perbolehkan pulang. Sehari pasca interview di Polres, keluarga JT menghubungi Yeni Hikmawati staf SP Sumbawa. Mengabarkan bahwa JT tidak dapat di hubungi ada kemungkinan pihak agency mengintervensi akses komunikasi JT di batasi.
Setelah itu tanggal 11 desember 2020 pihak LTSP Sumbawa, menghubungi staf SP Sumbawa ( Yeni Hikmawati ) menyampaikan undangan mediasi di kantor Disnakertrans Sumbawa, pada hari senin 15 Desember 2020 tim kerja SP Sumbawa yang di wakili Hadiatul Hasana ( koordinator program ), Yeni Hikmawati ( Staf Migrasi, Ermi Alwiyah ( staf PO ) Darmawati ( BEK ) melakukan pendampingangan ke Disnaker Sumbawa untuk menghadiri mediasi tepat jam 09 : 00 wita.
" Namun sesampainya di Disnaker pihak calo justru mengulur waktu untuk datang sampai di pukul 10 : 15 wita. Pihak LTSP maupun DIsnakerpun tidak memberikan tindakkan tegas atas keterlambatan pihak calo di mediasi hari ini, sepertinya pihak calo sangat leluasa melakukan hal – hal yang kurang pantas di instansi pemerintah ini tanpa ada teguran dan tindakkan yang tegas. Keberpihakkan LTSP dan Disnaker pun cenderung memberi ruang kebebasan mengakses kantor pemerintahan ini baik di LTSP maupun Disnaker Sumbawa." Katanya.
Solidaritas Perempuan Sumbawa sangat kecewa atas sikap pihak Disnaker maupun LTSP Sumbawa, saat proses mediasi berlangsung di buka oleh Kadisnaker bapak Dr. M Ikhsan Safitri, dan meminta pihak pendamping keluarga buruh migran untuk di berikan kesempatan berbicara, SP Sumbawa yang di wakili Hadiatul Hasana menyampaikan kronologi kasus JT yang terindikasi trafficking karena berangkat pasca KEPMEN 260 tahun 2105 tentang pelarangan penempatan tenaga kerja pada pengguna perseorangan pada pengguna perseorang pada 19 negara timur tengah. Beberapa lama pihak saling mengeluarkan pendapat termasuk calo atas nama Arahman Rifandi ( ifan ) tidak dapat di hasilkan hasil mediasi yang dapat di katakan tindakan tegas atau memberikan sangsi pihak calo untuk segera memulangkan buruh migran JT dengan segera ke daerah asal Sumbawa.
" Dalam hal ini pihak LTSP Sumbawa pun seolah memberikan ruang gerak yang sebebas bebasnya kepada calo yang sudah merekrut secara illegal perempuan buruh migran." Sambungnya.
Kasus – kasus trafficking di daerah Sumbawa dari hari ke hari semakin meningkat, moratorium yang di berlakukan pemerintahpun tidak memberikan efek jera pada kasus trafficking buruh migran ini.(Herman).
0 Komentar