SPACE IKLAN

header ads

Pasca 1 Dasawarsa Penguasaan Bumi Pertiwi, Pada Akhir Masamu

Foto. Istimewa

Dipersembahkan oleh : Yurist HP

Tidak lama lagi di Indonesia akan mengalami pergantian kepemimpin setelah diadakannya PilPres 2024 yang penuh dengan drama serta polemik. Masih teringat di mata rakyat bagaimana proses - proses sejak mulai di MK. Polemik melalui batasan usia CaPres yang menyeret salah satu Hakim Agung yang terafiliasi semenda dengan salah satu Pasangan calon presiden dan wakil presiden, polemik BanSos, indikasi intimidasi bahkan pengkondisian ASN sempat mengemuka.

Kondisi Indonesia sejak 2014 cukup mengalami banyak turbulensi baik di Bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya bahkan Pertahanan dan keamanan sejak terpilihnya Jokowi sebagai Kepala Negara. Banyak janji - janji politik ditebar, seperti juga para politisi lain meraih simpati serta suara rakyat untuk kemenangan di pemilihan. Dari hal yang masuk akal sampai dengan hil yang mustahal pun terucap, agar apa yang diinginkan terwujud karena itu hal yang terkesan biasa dilakukan. 

Dimasa pemerintahannya tercetus skala prioritas adalah infrastruktur, geliat pembangunan berjalan dengan massive di bumi pertiwi. Jalan jalan berbayar dibangun membelah daerah penyangga Ibukota Jakarta kala itu, bandara - bandara baru menebar pada pelbagai titik, bahkan Ibukota pun dipindah dengan alasan yang amat tidak logis saat kondisi keuangan negara tidak memungkinkan. 

Daerah industri dibuka hingga melupakan sektor pertanian, perikanan yang merupakan mata rantai utama dari sebagian besar masyarakat Indonesia pun terabaikan. Secara otomatis lonjakan harga - harga melambung tidak terukur lagi.

Daerah pertanian sebagai lumbung - lumbung padi nasional benar-benar terabaikan. Hancur luluh lantak dan tidak produktif. Masuknya hasil pertanian import secara tidak langsung merusak petani lokal yang hidupnya sudah dibibir jurang nestapa.

Bahkan pengelolaan tambang sudah melupakan kaidah ekologi dari suatu daerah yang memang peruntukannya sebagai pelindung dari masyarakat adat serta penopang keseimbangan antara manusia dengan alam tempatnya bernaung selama ini. Tidak ada lagi hutan yang menjadi rumah bagi masyarakat adat. Benar - benar tidak dapat dihuni oleh mereka, dirampasnya hak hidup mereka untuk berinteraksi dengan alam secara natural yang memang sudah dilakukan secara turun temurun selama ribuan tahun sebagai warisan leluhur nusantara.

Hutan - hutan lindung sebagai cagar budaya, dimana sudah termaktub dalam UU bahwasanya negara bertanggung jawab untuk keberlangsungan generasi yang akan datang seakan hilang begitu saja dihantam oleh kerakusan dan ketamakan manusia-manusia yang hanya berfikir sesaat. Hanya untuk diri dan keluarganya, melupakan kepentingan yang lebih besar bagi bangsa dan negara.

Tata kelola pemerintahan hancur ditangan orang-orang yang seharusnya memahami ketata negaraan, hukum diterabas secara rengginas tanpa perduli akan efek berkelanjutan, UU dikangkangi untuk keluarga, tatanan dihancurkan demi ambisi yang secuil. 

Masihkah saat melihat kehancuran yang fundamen ini rakyat terdiam bahkan terpekur saja tanpa mampu meluruskan apa yang menjadi cita-cita para founding father dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Sungguh miris seandainya masih terdiam karena tingkat kewarasan manusia pun mempunyai batas yang sangat jelas.

Melihat gejolak selama 1 dasa warsa dipemerintahan yang berjalan selama ini, dengan Jokowi selaku presiden sebagai nahkoda kapal besar bernama Republik Indonesia patut dipertanyakan. 

Geliat tipu muslihat Jokowi tak lagi manjur untuk membohongi rakyat. Terlalu banyak kejahatan yang diproduksi dan makin meresahkan. Nasib Jokowi di ujung tanduk.

Jokowi terpaksa berakrobat. Putar otak agar aman dan selamat, tidak dikejar-kejar oleh rakyat. Tentang ijazah palsu, aneka korupsi yang menumpuk dan perampokan kekayaan alam.

Muncul modus licik, cawe-cawe usung Capres boneka disiapkan. Dengan cara itu, seolah Jokowi yakin kelak dilindungi oleh penguasa berikutnya. Justru arogansi tersebut bikin rakyat tambah marah.

Tak kalah norak, kedua putera Jokowi sok perkasa dan mabok lezatnya kekuasaan. Mereka pikir jabatan bapaknya tanpa batas dan menjadi warisan nenek moyangnya.

Semua pertunjukan kesombongan itu berakumulasi dan memantik perlawanan rakyat. Sebaliknya, Jokowi asyik berpesta, berdiri menantang arus gerakan perubahan yang menuntut keadilan.

Jokowi lupa, waktu semakin dekat untuk mengusirnya dari Istana. Jutaan rakyat intensif berkonsolidasi, menunggunya turun dari kekuasaan dengan berbagai tuntutan.

Gelombang aksi dari rakyat bahkan mahasiswa menentang kebijakan yang dirasa berseberangan dengan tujuan negara yaitu masyarakat adil, makmur serta mencerdaskan kehidupan bangsa semakin membesar di akhir masa jabatannya. 

Masyarakat yang merasakan ketimpangan mulai bergerak di MedSos maupun WAG dengan #PenjarakanJokowi, #KorbanMulyono.

Namun hal itu dirasa belum memenuhi apa yang selama ini menjadi keluh kesah masyarakat. Ada hal yang aneh, justru banyak terjadi aksi-aksi di kota kelahirannya. Solo yang merupakan kota dimana awal karirnya menapaki dunia perpolitikan di Indonesia dan dunia pun menggeliat. Apa ini merupakan titik nadir dari sebagian masyarakat yang menjadi korban Mulyono...? Waullahualam bissawab.

Namun semua kekuasaan, semua jabatan akan dimintai pertanggung jawabannya. Apakah itu menjadi landasan kedepan yang baik bagi bangsa Indonesia atau malah akan membawa keterpurukan bangsa kedepan. 

Terlepas dari semua ini saya sebagai masyarakat yang lahir dan besar dikota, dimana selama ini tempat awal berkarirnya dengan haqul yakin menyatakan :

#TolakJokowiPulangSolo

Karena segala sesuatunya akan ada pertanggungjawaban.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar