Pemimpin berganti-ganti, tapi nasib rakyat masih miskin. Hasil Pemilu 2024, Prabowo Gibran menjadi presiden dan wakil presiden terpilih yang akan disumpah pada 20 Oktober 2024. Wacana yang berkembang pemerintah ini akan melanjutkan tugas pemerintahan Jokowi, terlihat dari visi misi yang dikenal dengan Asta Cita. Jadi terlihat wajah indonesia akan sama 5 tahun mendatang.
Secara umum Prabowo sudah mulai menyampaikan fokusnya, dengan narasi swasembada pangan, swasembada energi, hilirisasi dan pengentasan kemiskinan dengan subsidi. Semuanya bertopeng pada narasi “patriotisme nasionalis,” padahal semuanya demi melayani kepentingan Investasi dan segelintir elit politik yang menguasai 1 % aset nasional.
Ketua Umum Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) Herman Abdurrahman, mengatakan “Tanpa perubahan mendasar pada sistem, siapapun pemimpinnya, rakyat akan terus menderita di bawah cengkraman kebijakan yang tidak adil, baik itu bagi pekerja, petani, pedagang kecil, dan kaum rentan lainnya. Apalagi atas nama pembangunan dan kedok kepentingan nasional, segala hak kesejahteraan rakyat digusur oleh ambisi elit dan partai borjuasi.” Sistem kapitalisme telah kokoh melekat dalam kelembagaan dan kesadaran berpolitik di indonesia. Sehingga pergantian presiden dan jabatan-jabatan dalam kelembagaan kekuasaan negara kerap dengan politik uang hanya pergeseran politik di permukaan. Sementara kebijakan inti tetap dibuat untuk mengamankan kekayaan mereka, terutama setelah munculnya rencana “Indonesia Emas” yang telah dirumuskan dalam UU No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).“
Selain itu juga sektor Ketenagakerjaan, masih terdapat sistem pengupahan yang tidak pro buruh, aturan hubungan kerja yang longgar, diskriminasi dalam perekrutan buruh, dan sistem jaminan sosial yang memberatkan kaum buruh. Semuanya masih sama, malah pada periode Jokowi, penurunan kualitas hidup buruh semakin parah, kenaikan upah yang rendah dan tidak memperhatikan kondisi hidup layak bagi buruh, terjadi PHK massal, di tahun 2024 saja terdapat 50.000 buruh di PHK tanpa perlindungan yang adil,” ujar Sekjen Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), Ardiansah.
Apalah arti sebuah rezim keberlanjutan bagi kaum buruh, tani, nelayan, miskin kota, masyarakat adat, perempuan dan seluruh kaum termarjinalkan. Karena yang berkelanjutan hanyalah kepentingan kapitalis beserta oligarki antek-antek kaum modal. Kebijakan masih sama akan merampas tanah, merampas upah dan ruang hidup rakyat. Berganti pejabat tanpa koreksi merupakan ilusi. Meminta pertanggungjawaban terhadap kejahatan yang dilakukan semasa pemerintahan Jokowi pada pemerintahan Prabowo adalah kepalsuan.
Situasi kemasyarakatan saat ini disampaikan Ketua Umum Barisan Masyarakat indonesia, Helmiyadi, “Kemiskinan yang terjadi secara struktural nyata didepan mata. Kebohongan pendapatan perkapita bisa kita lihat dari sulitnya masyarakat desa menciptakan dan mendapatkan pekerjaan, kesulitan mengakses sumber ekonomi, kesulitan dalam pertanian, dan beragam masalah di pedesaan sehingga kemiskinan nyata di depan mata. Sedangkan kebijakannya masih tersandera oleh kepentingan politik dari pemerintah pusat melalui dana desa.”Sehingga wajah demokrasi yang dipertontonkan secara prosedural membuat kita menyadari bahwa sistem ekonomi dan sistem politik masih sama dan di bawah kendali kapitalis untuk memenuhi kepentingan bisnis.
Turut menyampaikan masalah demokrasi, Ketua Umum Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Maswanto, “Penyumbatan demokrasi dapat dilihat dari tidak terakomodirnya partisipasi rakyat dalam ruang politik, itu jelas tertuang dalam UU Pemilu dan Partai Politik. Alhasil, rakyat hanya dijadikan objek untuk suara ketika Pemilu tanpa pernah benar-benar menjadi subjek politik yang otonom. Alhasil, negara menjadi alat untuk menundukkan rakyat dan membuat kekayaan terkonsentrasi kepada segelintir elit, alih-alih sebagai sarana mendistribusikan kesejahteraan. Maka tidak heran, sistem demokrasi kita malah melahirkan bahkan memfasilitasi presiden yang punya rekam jejak sebagai pelanggar HAM di masa lalu.”
0 Komentar