WARTABUMIGORA.ID |MATARAM– Ketua Divisi Hukum Ormas Garda Lombok, M. Shaufi, S.H., M.H., menegaskan bahwa informasi yang beredar mengenai penangkapan empat orang yang dikaitkan dengan aksi premanisme adalah tidak benar dan tidak sesuai fakta. Ia menegaskan bahwa mereka bukan debt collector, melainkan salah satu petinggi Ormas Garda Lombok dan tiga anggotanya, yang terseret kasus ini karena membela kehormatan keluarga Sekjen mereka.
"Kami sangat menyayangkan pemberitaan yang menyesatkan dan menggiring opini publik tanpa dasar yang jelas. Fakta sebenarnya, mereka adalah anggota Garda Lombok yang terseret dalam permasalahan pribadi, bukan terkait aktivitas penagihan utang. Oleh karena itu, kami meminta agar media lebih cermat dalam memberitakan kasus ini agar tidak merugikan pihak tertentu," tegas Shaufi.
Kasus Berawal dari Dugaan Pelecehan dan Perselingkuhan
Shaufi menjelaskan bahwa peristiwa ini berawal dari dugaan tindakan tidak pantas yang dilakukan oleh seorang pejabat Panwascam Batukliang terhadap istri dari Sekjen Garda Lombok.
"Kami memiliki bukti dan kesaksian yang menguatkan dugaan bahwa istri dari Sekjen kami telah diajak berselingkuh oleh seseorang yang tahu bahwa wanita tersebut sudah bersuami. Ini adalah masalah kehormatan dan harga diri yang memicu reaksi dari suami dan keluarganya. Oleh karena itu, jangan sampai kasus ini dipelintir menjadi aksi kriminal debt collector," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa jika ada media yang menyebut mereka adalah debt collector atau kasus ini berkaitan dengan penarikan kendaraan, maka silakan buktikan pernyataan tersebut dengan fakta yang jelas. Bahkan, jika perlu, pihaknya meminta agar Kapolres atau Kasat Reskrim langsung diwawancarai untuk memberikan pernyataan resmi mengenai kasus ini.
"Kami menantang media yang telah memberitakan hal tersebut untuk menunjukkan bukti bahwa ini kasus debt collector. Jika tidak bisa, maka jelas ada upaya framing yang bisa merugikan pihak kami. Bila perlu, kami meminta agar pihak kepolisian memberikan klarifikasi langsung mengenai sebab dan akibat dari kejadian ini agar publik mendapatkan informasi yang benar," lanjutnya.
Media Harus Berpegang pada Prinsip Jurnalistik
Shaufi menekankan bahwa pemberitaan yang menggiring opini seolah-olah mereka adalah debt collector adalah melanggar prinsip jurnalistik, terutama Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang mengharuskan wartawan memberitakan fakta secara akurat, berimbang, serta tidak beritikad buruk.
"Kami mengingatkan bahwa media harus tetap berpegang pada prinsip jurnalistik yang benar. Jangan sampai terjadi pembunuhan karakter terhadap individu maupun organisasi kami. Jika pemberitaan yang tidak berimbang ini terus berlanjut, kami akan mempertimbangkan langkah hukum terhadap pihak yang menyebarkan informasi keliru," tegasnya.
Hanya Pengadilan yang Berhak Menentukan Bersalah atau Tidak
Shaufi menegaskan bahwa dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, hanya pengadilan yang memiliki kewenangan untuk mengadili dan memutuskan apakah seseorang bersalah atau tidak. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar tidak ada penghakiman sepihak yang dapat merugikan pihak tertentu sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Kami menuntut agar hukum ditegakkan secara adil dan transparan. Jika ada unsur provokasi atau tindakan lain yang memicu kejadian ini, kami juga akan menempuh jalur hukum untuk mengusutnya. Jangan sampai ada pihak yang dihukum hanya karena opini yang berkembang, bukan berdasarkan fakta hukum," ujarnya.
Ia juga mengingatkan kepada semua pihak agar tidak sembarangan menggiring opini sebelum ada keputusan pengadilan yang sah.
"Kami meminta semua pihak untuk bersikap objektif dan tidak terburu-buru menghakimi sebelum ada bukti yang jelas. Jangan sampai ada pihak yang dikorbankan hanya karena framing media yang tidak akurat," pungkasnya.
Saat ini, tim hukum Garda Lombok terus mengawal proses hukum agar berjalan sesuai prinsip keadilan dan transparansi, serta tidak ada pihak yang dirugikan akibat pemberitaan yang keliru.
0 Komentar