WARTABUMIGORA.ID|DOMPU- Kejaksaan Agung resmi menetapkan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Djuyamto, sebagai tersangka dalam kasus suap vonis lepas perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan tiga perusahaan besar, Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Salah satu tersangka yakni mantan ketua PN Dompu periode 2015-2017, Djuyamto . Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dua hakim lainnya yang tergabung dalam majelis hakim perkara tersebut, yakni Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM). Ketiganya diduga menerima suap dengan total nilai Rp 22,5 miliar agar menjatuhkan putusan bebas atau onslag terhadap ketiga raksasa sawit tersebut.
Uang suap diserahkan dalam dua tahap oleh Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Pertama, sebesar Rp 4,5 miliar, dan kedua sebesar Rp 18 miliar pada September-Oktober 2024. Uang tersebut kemudian dibagi di depan Bank BRI Pasar Baru, Jakarta Pusat.
“ASB menerima dalam bentuk dolar setara Rp 4,5 miliar, DJU sebesar Rp 6 miliar, dan AM sebesar Rp 5 miliar,” ungkap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Kartika, Sabtu (12/4).
Djuyamto lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967. Ia menamatkan pendidikan S1, S2, dan doktoralnya di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Saat ini, Djuyamto menduduki jabatan Pembina Utama Muda (IV/c) di PN Jakarta Pusat.
Sebelum bertugas di Jakarta, Djuyamto pernah ditempatkan di sejumlah pengadilan negeri seperti PN Tanjungpandan, PN Temanggung, PN Karawang, PN Dompu, PN Bekasi, dan PN Jakarta Utara. Ia juga aktif di organisasi Ikatan Hakim Indonesia sebagai Sekretaris Bidang Advokasi.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkannya ke KPK, Djuyamto memiliki harta kekayaan sebesar Rp 2,9 miliar.
Saat ini, ketiga hakim tersebut telah ditahan oleh Kejaksaan Agung. Penyelidikan terhadap aliran dana dan keterlibatan pihak lain masih terus berkembang.
0 Komentar